Benalu merupakan epifit atau tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, seperti anggrek pada inangnya. Sebagian tumbuhan berbentuk pohon biasanya ditumbuhi benalu, seperti pada mangga, advokat, rambutan, cokelat, dan teh. Benalu yang tumbuh pada teh (Scurulla atropurpurea) sudah lama dikenal memiliki khasiat obat, terutama untuk mencegah tumor atau kanker (tumor ganas). Hal tersebut bermula dari pengalaman beberapa orang yang secara coba-coba menggunakan benalu teh untuk meredakan kanker yang dideritanya. Setelah diketahui berkhasiat dalam meredam kanker, maka terjadilah penyebaran informasi tersebut.
Benalu teh pun berubah menjadi barang berharga dan banyak diburu orang sampai ke pelosok-pelosok perkebunan teh di Kabupaten Bandung, Subang, Garut, Cianjur, Sukabumi, Bogor dan sebagainya. Di kawasan wisata perkebunan the Gunung Mas, Ciawi, Kab.Bogor, benalu teh banyak dijajakan. Peminatnya sebagian besar merupakan “orang-orang kota” yang datang dari Jakarta, Bogor, Bekasi Depok dan Tangerang.
Retno Murwani seorang dosen senior di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Dipenogoro (Undip), Semarang, berupaya menjawab secara ilmiah temuan tradisional yang telah berkembang di masyarakat tersebut. Dalam tahun 2000 Retno meneliti aktivitas biologis ekstrak benalu teh sebagai antitumor. Bahan yang digunakan ialah ekstrak total air, seperti jamu rebusan (jamu godok) yang sempat memasyarakat sebelum terpukul mundur jamu instant.
Percobaan dilakukan secara in vitro (proses biologis berlangsung dalam kondisi terisolasi dari organism lain, misalnya dalam gelas, sebagaimana percobaan kultur jaringan). Obyek percobaan ialah sel tumor fibroblast (fibrosarcoma) WEHI-164, dengan pembanding (control) ialah sel fibroblast normal. Hasil pengamatan menunjukkan, sebagian besar sel tumor yang diberi ekstrak benalu teh mengalami kerusakan (lisis). Selain itu sel tumor menjadi sensitive terhadap cytokine tumor necrosis factor alpha (TNFa-merupakan molekul yang digunakan system kekebalan tubuh untuk membunuh tumor dan bersifat sitotoksik terhadap sejumlah sel yang mengalami transformasi). Sedangkan sel normal yang diberi perlakuan ekstrak benalu teh sama sekali tidak mengalami kerusakan.
Hasil penelitian yang dipresentasikan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Januari 2001, membuktikan bahwa dalam batas konsentrasi tertentu, ekstrak merusaknya spesifik hanya pada sel tumor. Dari penelitian tersebut berhasil diungkapkan dua kemungkinan mekanisme kerja benalu teh dalam mengatasi sel tumor. Pertama, bahan aktif tertentu dalam benalu teh langsung membunuh sebagian sel tumor, dengan menjadi lebih peka terhadap TNFa yang dilepas system kekebalan tubuh, dengan kata lain meningkatkan kinerja TNFa.
Sebelumnya M.Wien Winarno, Dian Sundari, dan Budi Nuratmi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes & Kesos RI, melakukan penelitian aktivitas biologic benalu teh terhadap aktivitas system imun mencit (Cermin Dunia Kedokteran, 2000). Perlakuan yang diberikan ialah memberikan infuse ekstrak benalu teh secara oral pada bagian dosis, setiap hari selama tujuh hari. Sebagai pembanding digunakan infus aquades. Sedangkan sebagai antigen menggunakan sel darah merah domba. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan darah seminggu sebelum perlakuan (infuse ekstrak benalu, aquades, dan penetrasi antigen), seminggu setelah perlakuan, dan dua minggu setelah perlakuan.
Hasil penelitian yang dipresentasikan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Januari 2001. Membuktikan bahwa dalam batas konsentrasi tertentu, ekstrak benalu teh cukup aman dikonsumsi karena tidak memperngaruhi sel normal. Efek merusaknya spesifik hanya pada sel tumor. Dari penelitian tersebut berhasil diungkapkan dua kemungkinan mekanisme kerja benalu teh dalam mengatasi tumor: pertama, bahan aktif tertentu dalam benalu teh langsung membunuh sebagian sel tumor, dengan terlebih dulu menyebabkan kerusakan-kerusakan; kedua, mengkondisikan sel tumor menjadi lebih peka terhadap TNFa yang dilepas system kekebalan tubuh, dengan kata lain meningkatkan kinerja TNFa.
Sebelumnya M. Wien Winarno, Dian Sundari, dan Budi Nuratmi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes & Kesos RI, melakukan penelitian aktivitas biologic benalu teh terhadap aktivitas system imun mencit (Cermin Dunia Kedokteran, 2000). Perlakuan yang diberikan ialah memeberikan infuse ekstrak benalu teh secara oral pada berbagai dosis, setiap hari selama tujuh hari. Sebagai pembanding digunakan infus aquades. Sedangkan sebagai antigen menggunakan sel darah merah domba. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan darah seminggu sebelum perlakuan (infuse ekstrak benalu, aquades, dan penetrasi antigen), seminggu setelah perlakuan, dan dua minggu setelah perlakuan.
Hasil percobaan menunjukkan, pada dosis infus ekstrak benalu teh 150 mg/100 g bobot badan, terjadi kecenderungan peningkatan konsentrasi imunoglubolin G (IgG). Imunoglubolin merupakan fraksi protein yang merupakan kompleks imun tertentu, yang diproduksi sebagai reaksi terhadap berbagai rangsang antigenic dan berperan dalam system kekebalan tubuh. Dengan demikian, infuse ekstrak benalu dengan dosis 150 mg/100 g bobot badan dapat meningkatkan imunitas tubuh mencit. Penelitian ini menyimpulkan, aktivitas benalu teh sebagai obat antitumor tidak secara langsung, namun melalui peningkatan imunitas atau kekebalan sel tubuh, sehingga pemunculan atau perluasan sel-sel kanker bisa dicegah.
Penelitian mengenai efektivitas benalu teh dalam mencegah dan mengatasi tumor atau kanker tersebut masih terbatas. Penelitian pertama baru pada taraf percobaan in vitro, belum in vivo (proses biologisnya berlangsung pada organism hidup), sedangkan penelitian kedua masih menggunakan hewan percobaan. Dengan demikian, bagaimana mekanisme benalu teh dalam mencegah dan mengatasi tumor atau kanker pada manusia, belum terjawab dengan cepat, masih dalam taraf pendekatan-pendekatan.
Penelitian mengenai aktivitas biologis benalu teh sebagai pencegah kanker perlu dikembangkan lebih lanjut, mengingat kondisi manusia yang makin rentan terhadap serangan kanker. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) elah mendorong terciptanya bahan kimia baru, baik untuk farmasi, makanan, makanan aditif, produk rumah tangga, pertanian dan industri. Menurut laporan National Cancer Institute, Amerika Serikat, dari sekitar 70.000 bahan kimia yang biasa digunakan, 900 senyawa kimia di antaranya secara postif dapat menimbulkan kanker (karsinogenik) dan antara 1.600 sampai 2.800 senyawa kimia kemungkinan bersifat karsinogenik.
Berdasarkan penelitian, dari sekitar 100.000 penduduk diperkirakan akan terdapat 100 orang setiap tahunnya yang terserang kanker (sebagian besar kanker leher rahim/serviks, kanker payudara, kanker kerongkongan/nasofaring, kanker paru-paru dan kanker kulit). Dengan demikian dari 43,6 juta penduduk Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, 43.600 orang diantaranya berpeluang terkena kanker.
Benalu teh yang secara tradisional dikenal sebagai pencegah kanker, akan mendapat perhatian yang lebih besar dari kalangan medis. Oleh sebab itu perlu diupayakan pelestarian genetic supaya terhindar dari kepunahan, cara yang dapat ditempuh ialah melalui metode kultur jaringan.
sumber: http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2010/11/30/benalu-teh-cegah-dan-atasi-kanker-321741.html
0 komentar:
Posting Komentar